Salah satu alternatif penyelesaian
sengketa secara hukum atau 'judicial settlement' dalam hukum internasional
adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional. Dalam hukum
internasional, penyelesaian secara dewasa ini dapat ditempuh melalui berbagai
cara atau lembaga, yakni: Permanent Court of International of Justice (PCIJ
atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of Justice (ICJ atau
Mahkamah Internasional), the International Tribunal for the Law of the Sea
(Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court(ICC).
Arti peran PCIJ tampak sebagai berikut:
1. PCIJ merupakan suatu
badan peradilan permanen yang diatur oleh Statuta dan Rules of Procedure-nya
yang telah ada dan mengikat para pihak yang menyerahkan sengketanya kepada
PCIJ.
2. PCIJ memiliki suatu badan
kelengkapan yaitu Registry (pendaftar) permanen yang, antara lain, bertugas
menjadi penghubung komunikasi antara pemerintah dan badan-badan atau organisasi
internasional.
3. Sebagai badan peradilan, PCIJ
telah menyelesaikan berbagai sengketa yang putusannya memiliki nilai penting
dalam mengembangkan hukum internasional. Dari tahun 1922 sampai 1940, PCIJ
menangani 29 kasus. Beberapa ratus perjanjian dan konvensi memuat klausul
penyerahan sengketa kepada PCIJ.
4. Negara-negara telah
memanfaatkan badan peradilan ini dengan cara menundukkan dirinya terhadap
jurisdiksi PCIJ.
5. PCIJ memiliki kompetensi
untuk memberikan nasihat hukum terhadap masalah atau sengketa hukum yang
diserahkan oleh Dewan atau Majelis LBB. Selama berdiri, PCIJ telah mengeluarkan
27 nasihat hukum yang berupa penjelasan terhadap aturan-aturan dan
prinsip-prinsip hukum internasional.
6. Statuta PCIJ
menetapkan berbagai sumber hukum yang dapat digunakannya terhadap pokok perkara
yang diserahkan kepadanya termasuk masalah-masalah yang meminta nasihat hukum.
PCIJ antara lain diberi wewenang untuk menerapkan prinsip ex aequo et bono
apabila para pihak menghendakinya.
7. PCIJ memiliki lebih
banyak perwakilan (anggota) baik dari jumlah maupun sistem hukum yang terwakili
di dalamnya.
Pecahnya Perang Dunia II di bulan
September 1939 telah berakibat serius terhadap PCIJ. Pecahnya perang ini secara
politis telah menghentikan kegiatan-kegiatan Mahkamah. Terjadinya peperangan
yang terus berkelanjutan ini bahkan telah membuat PCIJ menjadi bubar. Pada
tahun 1942, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan rekannya dari Inggris
menyatakan kesepakatan untuk mengaktifkan dan membentuk kembali suatu mahkamah
internasional. Pada tahun 1943, pemerintah Inggris mengambil inisiatif dengan
mengundang para ahli ke London untuk mengkaji masalah tersebut. Pertemuan ini
yang membentuk suatu komisi, yaitu ’Inter-Allied Committee' yang
dipimpin oleh Sir William Malkin berkebangsaan Inggris. Komisi berhasil
mengeluarkan laporannya pada tanggal 10 Februari 1944. Laporan tersebut membuat
antara lain beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1). Bahwa perlu dibentuk suatu mahkamah
internasional baru dengan statuta yang mendasarkan pada Statuta PCIJ
2). Bahwa mahkamah baru tersebut harus
memiliki jurisdiksi untuk memberikan nasihat
3). Bahwa mahkamah baru tersebut tidak
boleh memiliki jurisdiksi memaksa (compulsory jurisdiction)
Setelah berbagai pertemuan dan
pembahasan mengenai pembentukan suatu mahkamah baru, akhirnya kesepakatan
berhasil tercapai pada konperensi San Fransisco pada tahun 1945. Konperensi ini
memutuskan, antara lain, bahwa suatu badan Mahkamah Internasional baru akan
dibentuk dan badan ini merupakan badan hukum utama PBB. Kedudukan badan ini
sejajar atau sama dengan Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan
Sosial, Dewan Perwakilan, dan Sekretariat. Keputusan tersebut antara lain
menyatakan: “to create an international court of justice which would in law be a new
entity, and not a continuation of the existing permanent Court”.
Badan peradilan tersebut haruslah “a new court, with a separate and
independent jurisdiction to apply in the relation between the parties to the
Statute of that new Court”. Diputuskan pula bahwa Statuta Mahkamah merupakan lampiran dan bagian yang
tidak terpisahkan dengan piagam PBB. Alasan utama konperensi tersebut
memutuskan untuk membentuk suatu badan peradilan baru adalah
:
1). Karena Mahkamah tersebut akan
merupakan badan hukum utama PBB, maka dirasakan kurang tepat peranannya
tersebut diisi oleh PCIJ yang pada waktu itu (tahun 1945) sudah tidak aktif
lagi.
2). Pembentukan suatu Mahkamah baru
lebih konsisten dengan ketentuan Piagam bahwa semua anggota PBB adalah ipso
facto juga anggota Statuta Mahkamah.
3). Beberapa negara yang merupakan
peserta pada Statuta PCIJ tidak ikut dalam konperensi San Fransisco dan
sebaliknya beberapa negara yang ikut dalam konperensi bukanlah peserta pada
Statuta PCIJ.
4). Terdapat perasaan dari seperempat
anggota peserta konperensi pada waktu itu bahwa PCIJ merupakan bagian dari orde
lama, yaitu di mana negara-negara Eropa mendominasi secara politis dan hukum
masyarakat internasional dan bahwa pembentukan suatu mahkamah baru akan
memudahkan bagi negara-negara di luar Eropa untuk memainkan peranan yang lebih
berpengaruh. Hal ini tampak nyata dari keanggotaan PBB yang berkembang dari 51
di tahun 1945 menjadi 159 di tahun 1985.
Konferensi San Fransisco menyadari bahwa
kelanjutan dari praktek dan pengalaman lama PCIJ, khususnya Statutanya telah
berjalan dengan baik. Karena itulah pasal 92 Piagam PBB dengan tegas menyatakan
bahwa Statuta ICJ merupakan pengambil-operan dari Statuta PCIJ. PCIJ bersidang
terakhir kalinya pada bulan Oktober 1945. Sidang ini memutuskan untuk mengambil
semua tindakan yang perlu untuk mengalihkan arsip-arsip dan harta benda PCIJ kepada
ICJ baru yang juga akan berkedudukan di Peace Palace (Istana Perdamaian) di Den
Haag, Belanda. Sidang hakim PCIJ pertama kali berlangsung pada tanggal 5
Februari 1946 bersamaan waktunya ketika sidang pertama Majelis Umum PBB
berlangsung.
Bulan April 1946, PCIJ secara resmi
berakhir. Pada pertemuan pertama ICJ berhasil dipilih presiden pertama ICJ
yaitu Hakim Querrero, yang juga adalah presiden terakhir PCIJ. Pertemuan juga
memilih anggota-anggota Registry yang kebanyakan berasal dari PCIJ dan mengadakan
acara peresmiannya pada tanggal 18 April 1946. Dalam pasal 92 Piagam, status
hukum ICJ secara tegas dinyatakan sebagai badan peradilan utama PBB. Di samping
ICJ, ada pula badan-badan peradilan lain dalam PBB, yaitu the UN Administrative
Tribunal. Badan ini berfungsi sebagai badan peradilan yang menangani
sengketa-sengketa administratif atau ketata-usahaan antara pegawai PBB. Status
badan ini disebut sebagai ‘a subsidiary judicial organ’ atau badan pengadilan
subsider (tambahan).
Posting Komentar